Bersabarlah
Sabar adalah adat kebiasaan para nabi dan rasul. Sabar adalah
permata yang menghiasi kehidupan para wali. Sabar adalah mutiara bagi
orang-orang shalih. Sabar adalah cahaya penerang bagi siapa pun yang menapaki
jalan menuju kebahagiaan abadi di akhirat. Menurut Imam al-Ghazali, kata
sabar dan berbagai kata turunannya disebutkan di lebih dari tujuh puluh tempat
dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah ta’ala: وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ
صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُونَ (النحل: ٩٦)
Maknanya: “... Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS an-Nahl:
96). Juga firman Allah ta’ala: سَلَـٰمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ
فَنِعْمَ عُقْبَىٰ الدَّارِ (الرعد: ٢٤) Maknanya: “Selamat sejahtera
atasmu karena kesabaranmu. Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu” (QS
ar-Ra’d: 24).
Secara
istilah, sabar yakni menahan diri dari berbagai macam bentuk kesulitan,
kesedihan atau dengan kata lain menahan diri dari hal yang tidak disukai dan
dibenci. Jadi, seseorang yang memiliki sifat sabar
bukan berarti ia pengecut, putus asa dan lemah dalam berucap, bertindak, dan
mengambil keputusan.
Sabar yang merupakan salah satu kewajiban hati ada tiga macam,
yaitu: Pertama, sabar dalam menjalankan ketaatan yang Allah wajibkan.
Pada pagi hari yang suhu udarannya sangat dingin, misalkan, kita harus
sabar dalam melaksanakan perintah Allah. Kita paksa diri kita untuk menahan
dinginnya udara guna mengambil air wudhu. Pada pagi hari juga, saat tidur
adalah sesuatu yang disenangi nafsu kita, kita tahan keinginan nafsu itu, dan
kita paksa diri kita untuk menjalankan ibadah shalat Shubuh. Kita lakukan itu
semua semata-mata mengharap ridha Allah ta’ala. Inilah yang disebut dengan
sabar dalam menjalankan ketaatan yang diwajibkan oleh Allah ta’ala.
Kedua, sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan segala yang
Allah haramkan. Nafsu manusia pada umumnya menyenangi hal-hal yang
dilarang oleh Allah. Barangsiapa yang menjauhkan dirinya dari kemaksiatan
dengan niat memenuhi perintah Allah, maka pahalanya sangat agung. Para ulama
mengatakan bahwa meninggalkan satu kemaksiatan lebih utama daripada melakukan
seribu kesunnahan. Karena meninggalkan kemaksiatan hukumnya wajib. Sedangkan
melakukan kesunnahan hukumnya sunnah. Tentu yang wajib lebih utama daripada
yang sunnah. Hal itu dikarenakan sabar dalam meninggalkan perkara haram
menuntut perjuangan yang luar biasa berat. Yaitu perjuangan melawan setan yang
selalu menghiasi kemaksiatan seakan-akan ia adalah sesuatu yang sangat indah
dan mempesona. Dan perjuangan melawan hawa nafsu yang seringkali mengajak
manusia tenggelam dalam dosa dan keburukan.
Ketiga, sabar dalam menghadapi musibah yang menimpa.
Musibah jika dihadapi dengan sabar akan meninggikan derajat atau menghapus
dosa. Musibah banyak macamnya. Perlakukan buruk orang lain pada kita adalah
musibah. Begitu juga penyakit yang kita derita, kemiskinan, kecelakaan,
kemalingan, kehilangan harta benda, kebakaran, dan lain sebagainya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا
حَزَنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَة يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللهُ
بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ) Maknanya: “Tidaklah
seorang Muslim tertimpa keletihan dan penyakit, kekhawatiran dan kesedihan,
gangguan dan kesusahan, bahkan duri yang melukainya, melainkan dengan sebab itu
semua Allah akan menghapus dosa-dosanya.” (HR al-Bukhari).
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Maknanya: “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka
Allah akan menimpakan musibah kepadanya” (HR al-Bukhari).
Jadi orang yang dikehendaki baik oleh Allah, ia akan ditimpa
musibah, dan diberi kekuatan oleh Allah untuk bersikap sabar dalam menanggung
dan menghadapi musibah yang menimpanya. Sabar dalam menghadapi musibah
artinya musibah yang menimpa tidak menjadikan seseorang melakukan sesuatu yang
dilarang dan diharamkan oleh Allah. Seseorang yang ditimpa kemiskinan,
misalkan, jika kemiskinan yang menimpanya tidak menyebabkannya mencari harta
dengan jalan mencuri, merampok, korupsi dan perbuatan-perbuatan lain yang
diharamkan oleh Allah, maka artinya ia telah bersikap sabar dalam menghadapi
musibah kemiskinan yang menimpanya.
Seseorang yang memahami ilmu agama dengan baik dan memegang teguh
ajaran Islam sebagaimana mestinya, maka musibah yang menimpanya tidak akan
menambahkan kepadanya kecuali sikap sabar dan peningkatan ibadah kepada Allah.
Diceritakan bahwa ada seorang yang shalih, kedua tangannya
terpotong, kedua kakinya terpotong dan kedua matanya buta. Ia juga terjangkit
suatu penyakit yang menggerogoti beberapa anggota tubuhnya. Anggota-anggota
tubuhnya yang terkena penyakit itu menjadi menghitam lalu berjatuhan dan
berguguran. Tidak ada satu pun yang mau merawatnya. Ia dibuang di jalanan.
Banyak serangga yang mengerubungi kepalanya dan menggigitnya. Namun apa daya.
Ia tidak punya tangan untuk menjauhkan dirinya dari serangga-serangga itu. Ia
juga tidak punya kaki untuk bergerak dan berpindah dari tempat duduknya. Suatu
ketika, beberapa orang melewatinya. Ketika melihat orang shalih tersebut,
mereka mengatakan: Subhanallah, alangkah tabah dan sabarnya laki-laki ini.
Mendengar perkataan mereka, orang shalih itu kemudian mengatakan: اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِي جَعَلَ قَلْبِيْ خَاشِعًا وَلِسَانِي ذَاكِرًا وَبَدَنِي عَلَى الْبَلَاءِ
صَابِرًا، إِلَهِي لَوْ صَبَبْتَ عَلَيَّ الْبَلَاءِ صَبًّا، مَا ازْدَدْتُ فِيْكَ
إِلَّا حُبًّا “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan hatiku
khusyu’, lisanku berdzikir, dan badanku bersabar atas musibah. Ya Tuhanku,
seandainya Engkau menimpakan kepadaku musibah seberat apa pun, tidaklah aku
bertambah kepada-Mu kecuali rasa cinta.”
Komentar
Posting Komentar