Ada 4 Permata
Manusia adalah makhluk Allah yang
diciptakan dalam bentuk yang indah, juga diberi perangkat lunak yang sempurna,
seperti akal pikiran, rasa, dan karsa (kehendak). Manusia berbeda dari makhluk
Allah lainnya. Malaikat diciptakan hanya memiliki akal tanpa syahwat. Sementara
hewan dibekali syahwat tanpa akal.
Manusia diciptakan dengan segala
sesuatu yang dikaruniakan kepada malaikat dan hewan, yakni berupa akal pikiran
dan hawa nafsu. Manusia bisa menjadi seperti malaikat jika tunduk patuh pada
Allah, bisa juga seperti hewan karena hanya mementingkan keinginan nafsunya.
Sebagai makhluk ciptaan dalam
bentuk terbaik, manusia dikaruniai empat hal sebagai permata dirinya. Empat
permata ini disebutkan Rasulullah dalam hadistnya:
أَرْبَعَةُ جَوَهِرَ فِيْ جِسْمِ بَنِيْ اَدَمَ يُزَلُهَا
اَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ اَمَّا الْجَوَاهِرُ فَالْعَقْلُ وَالدِّيْنُ وَالْحَيَاءُ وَالْعَمَلُ
الْصَّالِحُ
“Ada empat permata dalam tubuh
manusia yang dapat hilang karena empat hal. Empat permata tersebut adalah akal,
agama, sifat malu, dan amal salih”.
Permata yang pertama adalah akal. Akal menjadi
pemimpin dalam tubuh manusia untuk memahami mana yang hak dan batil, mana yang
patut ataupun tidak, mana yang harus dikerjakan ataupun ditinggalkan.
Ibnu Hajar dalam kitabnya
Nashaihul Ibad mendefinisikan:
جَوْهَرٌ رُوْحَانِيٌّ خَلَقَهُ اللهُ تَعَالَى مُتَعَلَّقًا
بِبَدْنِ الاِنْسَانِ يُعْرَفُ بِهِ الْحَقُّ وَالْبَاطِلُ
“akal adalah permata ruhani
ciptaan Allah yang berada dalam jasad manusia untuk mengetahui sesuatu yang hak
dan batil.”
Permata kedua adalah agama. Agama adalah aturan
atau norma yang mengarahkan akal manusia untuk menerima hal-hal yang baik,
layak dan pantas. Agama menjadi pedoman bagaimana manusia menjalani kehidupannya.
Akal sehat akan mengarahkan kita dapat menerima agama yang hanif (lurus), yang
mampu memberikan ketenangan lahir batin dan dapat melahirkan sifat pengendali
(malu), serta membuahkan amal salih. Malu merupakan sifat yang
dikembangkan oleh agama untuk mengendalikan perilaku manusia, yang dapat
membedakan kita dengan hewan.
Permata ketiga adalah sifat malu. Ibnu Hajar
membagi malu menjadi dua, yakni haya’un nafsiyun dan haya’un imaniyun. Haya’un
nafsiyun adalah rasa malu yang diberikan Allah pada setiap manusia, seperti
rasa malu memperlihatkan auratnya dan sejenisnya. Sifat ini tidak diberikan
pada hewan. Sementara haya’un imaniyun adalah أَنْ يَمْنَعَ المُؤْمِنُ مِنْ فِعْلِ
الْمَعَاصِي خَوْفًا مِنَ اللهِ
“Ketika seorang mukmin mampu mencegah dirinya untuk berbuat maksiat karena
takut kepada Allah subhanahu wata'ala.” Rasulullah pernah bersabda: اَلْحَيَاءُ
مِنَ الْاِيْمَانِ “Malu itu sebagian dari iman.”
Permata yang keempat adalah amal shalih, yakni
perbuatan yang patut dan baik menurut kaidah agama. Amal shalih adalah buah
dari kemampuan kita memahami agama, menjalankan perintah agama, serta kemampuan
kita mengendalikan sikap dalam kehidupan. Banyak orang pintar agama tetapi
tidak mampu mengendalikan diri, sehingga ia bukan mengamalkan ilmu agama, namun
hanya memperalat agama untuk kepentingan dirinya atau kelempoknya.
Rasul mengatakan:
فَالْغَضَبُ يُزِيْلُ الْعَقْلَ وَالْحَسَدُ يُزِيْلُ
الدِّيْنَ وَالطَّمَعُ يُزِيْلُ الْحَيَاءَ وَالْغِيْبَةُ يُزِيْلُ الْعَمَلَ الصَّالِحَ
Ghadlab (marah-marah) dapat
menghilangkan akal, iri dan dengki (hasad) dapat menghilangkan agama, serakah
(thama’) dapat menghilangkan sifat malu, dan menggunjing (ghibah) dapat
menghilangkan amal shalih.
Akal adalah alat untuk memahami
agama, sifat malu adalah pengendali, dan amal salih adalah buah dari keduanya. Semoga
kita dapat mengoptimalkan permata yang ada dalam hidup kita untuk menjadi insan
pilihan dan masuk dalam kategori muttaqin (orang yang bertaqwa)
Komentar
Posting Komentar