Memperbaiki Diri
Marilah kita introspeksi diri kita masing-masing apakah waktu yang lalu kita lalui dengan penuh kebaikan, peningkatan ketakwaan serta amal ibadah. Apakah di tahun yang lalu hubungan kita dengan orang-orang sekitar kita semakin masih baik sebaliknya. Begitu pun hubungan kita dengan Allah SWT. Apakah kita semakin baik dalam beragama atau sebaliknya. Begitu pun dengan ragam amal ibadah yang kita lakukan, apakah sudah kita memperbaikinya? apakah diri kita tergerak karena mengejar rida Allah? Atau sejauh ini karena hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
Sebagai seorang muslim kita mesti
memperhatikan perbuatan yang kita lakukan sebab di akhirat nanti akan
dipertanggungjawabkan. Jangan sampai kita lalai dan lupa bahwa setelah
kehidupan dunia ada kehidupan akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam
Al-Quran surah al-Hasyr ayat 18:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ
نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, "Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-Hasyr:
18)
Ayat ini perlu kita renungi sebagai
pengingat kita. Bahkan bukan hanya sekedar sebagai pengingat sehingga diri kita
melakukan muhasabah akan tetapi untuk memperbaiki diri kita di waktu-waktu
selanjutnya. Bukan sekadar motivasi yang dibutuhkan untuk menjadi pribadi yang
lebih baik, namun kita dituntut untuk bergerak dan melakukan perubahan sedikit
demi sedikit dengan usaha yang nyata.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki diri.
Pertama, niatkan diri kita untuk menjadi lebih baik sejak
saat ini. Dengan niat, seorang muslim dapat memelihara tujuan yang ingin
dicapainya. Itulah mengapa ibadah-ibadah dalam Islam diawali dengan niat. Di
sisi lain, Rasululullah shallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:
نِيةُ المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Artinya: “Niat seorang mukmin lebih utama dari pada
amalnya.”
Hadits
tersebut menegaskan bahwa niat lebih baik daripada perbuatan yang kita lakukan,
oleh sebab itu perlu kita mengawali perubahan diri kita kepada yang lebih baik
dengan niat yang baik. Hadis ini, tidak sama sekali mendukung seseorang untuk
merencanakan sesuatu kemudian tidak merealisasikannya. Karena niat adalah suatu
kehendak yang disertai dengan perbuatan.
Kedua, melakukan
tobat atas kemaksiatan yang kita lakukan di tahun lalu dan berkomitmen untuk
berusaha tidak mengulanginya di tahun depan. Mungkin untuk bertobat saja adalah
hal yang tidak begitu sulit, namun komitmen untuk tidak mengulanginya butuh
usaha yang gigih dari diri seorang muslim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sehari melakukan tobat seratus kali, kendati beliau sudah dijamin masuk
surga. Beliau pernah bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللهِ، فَإِنِّي أَتُوبُ،
فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ، مَرَّةٍ
Artinya, “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kepada
Allah, karena sesungguhnya aku juga bertobat kepada-Nya sehari seratus kali.”
(Hadis riwayat Imam Muslim)
Lantas bagaimana kita melakukan tobat?
Cobalah dengan tahapan-tahapan yang ringan. Pertama niat untuk meninggalkan
perbuatan tersebut, kedua memohon ampunan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
perbuatan yang selayaknya tidak kita lakukan. Bacalah lafaz-lafaz istigfar
seperti astagfirullahal ‘azhim, dan sejenisnya. Lebih utama lagi, apabila
mengamalkan sayyidul istigfar yang pernah Nabi ajarkan:
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ
وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ
مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ
فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Artinya: “Ya Allah, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang
disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku
berada dalam perintah dan janji-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung
kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala
nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada
yang mengampuni dosa selain Engkau.”
Ketiga, yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki diri kita
adalah mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Allah limpahkan kepada kita,
khususnya nikmat iman, nikmat ketaatan dan ibadah yang dapat kita jalankan
sebab adanya rahmat dan taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Semoga di waktu ini dan waktu mendatang kita
dapat mempersiapkan diri untuk menjadi lebih baik dan lebih saleh. Semoga uraian
yang saya sampaikan ini dapat sama-sama kita jalankan. Janganlah menunda-nunda
diri untuk melakukan kebaikan. Semoga kita mendapat ampunan Allah swt,
dianugerahi kekuatan untuk memperbaiki diri. Dan semoga kita termasuk
orang-orang yang selamat di dunia dan akhirat. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar